(JL. MATRAMAN DALAM 3 NO. 7, PEGANGSAAN, MENTENG, JAKARTA PUSAT) E-MAIL: mr.saputro83@gmail.com HP. 081283279783

SEJARAH PERKEMBANGAN SOSIOLOGI


SEJARAH PERKEMBANGAN SOSIOLOGI


Sebab Munculnya Sosiologi
             Muncul suatu ilmu yang dinamakan sosiologi ? Menurut Berger dan Berger Pemikiran sosiologi berkembang manakala masyarakat  menghadapi ancaman terhadap hal yang selama ini dianggap sebagai hal yang memang sudah seharusnya demikian, benar nyata—menghadapi apa yang oleh Berger dan Berger disebut threats to the taken-for-granted world.
             Salahs atu hal menurut Berger dianggap sebagai ancaman ialah disentegrasi kesatuan masyarakat abad pertengahan, khususnya disintegrasi dalam agama Kristen.
             Daftar kekuatan sosial yang mendorong pertumbuhan sosiologi hampir kita jumlai pula dalam buku Ritzer. Kekuatan sosial yang dijabarkannya ialah (1) revolusi politik, (2) revolusi industri dan munculnya kapitalisme, (3) munculnya sosialisme, (4) urbanisasi, (5) perubahan keagamaan, dan (6) pertumbuhan ilmu.

Para Perintis Sosilogi
             Biasanya para ahli sosiologi membedakan antara para perintis awal yang hidup pada abad ke-18 dan 19, dan para tokoh sosiologi masa kini yang hidup di abad ke-20. Orang yang oleh Lewis Coser dianggap sebagai pemuka pemikiran sosiologi—masters of sociological thought—ialah Saint-Simon, Comte, Spencer, Durkheim, Weber, Marx, Sorokin, Mead, Cooley. Doyle Paul Johnson menyebutkan Comte, Marx, Durkheim , Weber, Simmel sebagai tokoh sosiologi klasik (classical founders) dan orang seperti Mead, Goffman, Homans, Thibaut dan Kelly, Blau, Parsons, Merton, Mills, Dahrendorf, Coser, Collins sebagai penganut perspektif masa kini (contemporary perspectives). Dalamkajiannya terhadap sejarah sosiologi L. Laeyendercker menyebutkan nama sejumlah tokoh sosiologi seperti Saint Simon, Comte, Spencer, Marx, Durkheim, Weber, Mannheim, Cooley, Thomas, Mead. Alex Inkelas berpendapat bahwa perintis utama sosiologi terdiri atas Comte, Spencer, Dhurkeim dan Weber.
             Siapakah yang tergolong dalam perintis sosiologi, para tokoh sosiologi klasik itu ? Meskipun - - sebagaimana telah nampak dari daftar nama di atas-- para sosiologi tidak selalu menyebutkan nama yang sama, namun—sebagaimana dikemukakan oleh Inkeles (1965)—para ahli agaknya akan cenderung sepaham bahwa Aguguste Comte, Herbert Spencer, Emile Durkheim, dan Max Weber merupakan perintis sosiologi. Dari tulisan sejumlah ahli sosiologi seperti Kornblum (1988), Laeyendecker (1983), Coser (1977), dan Johnson (1981) nampak bahwa Karl Marx, yang lebih dikenal sebagai tokoh ideology Marxisme, pun dianggap sebagai perintis sosiologi. Disini pembahasan akan dibatasi empat orang perintis : Comte, Marx, Durkheim, dan Weber.    

Auguste Comte (1798 – 1857)
             Dalam ilmu pengetahuan dikenal istilah paternity—pengakuan bahwa seorang tokoh adalah pendiri suatu bidang ilmu dengan memberikan nama “Bapak” bagi bidang ilmu yang bersangkutan. Dalam sosiologi, tokoh yang sering dianggap sebagai Bapak ialah Auguste Comte, seorang ahli filsafat dari Perancis.
             Nama “sosiologi” memang merupakan hasil ciptaan Comte—suatu gabungan antara kata Romawi socius dan kata Yunani logos. Coser (1977) mengisahkan bahwa Comte semula bermaksud memberikan nama social physics bagi ilmu yang akan diciptakannya itu, namun kemudian mengurungkan niatnya karena istilah tersebut telah digunakan oleh seorang tokoh lain, Saint Simon.
             Dalam buki ini Comte mengemukakan pandangannya mengenai “hukum kemajuan manusia” atau “hukum tiga jenjang”. Menurut pandangan ini, sejarah manusia akan melewati tiga jenjang yang mendaki : jenjang teologi, jenjang metafisika, dan jenjang positif. Pada jenjang pertama manusia mencoba menjelaskan gejala di sekitarnya dengan mengacu pada hal yang bersifat adikodrati; pada jenjang kedua manusia mengacu pada kekuatan metafisik atau abstrak; pada jenjang tertinggi dan terakhir, jenjang positif, penjelasan gejala alam maupn sosial dilakukan dengan mengacu pada deskripsi ilmiah—didasarkan pada hukum ilmiah.

Karl Marx (1818 – 1883)
             Karl Marx lahir di Trier, Jerman pada tahun 1818 dari kalangan keluarga rohaniawan Yahudi. Pada tahun 1841 ia mengakhiri studinya di Universitas Berlin dengan menyelesaikan disertasi berjudul On the Differences between the Natural Philosophy of Democritus and Epicurus. Marx lebih dikenal sebagai seorang tokoh sejarah ekonomi, ahli filsafat, dan aktivis yang mengembangkan teori mengenai sosialisme yang dikemudian hari dikenal dengan nama Marxisme daripada sebagai seorang perintis sosiologi.
             The Communist Manifesto yang ditulisnya bersama Friedrich Engels. Marx berpandangan bahwa sejarah masyarakat manusia merupakan sejarah perjuangan kelas. Menurut Marx perkembangan pembagian kerja dalam kapitalisme menumbuhkan dua kelas yang berbeda: kelas yang terdiri atas orang yang menguasai alat produksi, yang dinamakannya kaum bourgeoisie, yang mengeksploitasi kelas yang terdiri atas orang yang tidak  memiliki alat produksi, yaitu kaum proletar.

Emile Durkheim (1858 – 1917)
             Durkheim melihat bahwa setiap masyarakat manusia memerlukan solidaritas. Ia membedakan antara dua tipe utama solidaritas: solidaritas mekanik, dan solidaritas organic. Solidaritas mekanik merupakan suatu tipe solidaritas yang didasarkan atas persamaan.
             Pada masyarakat dengan solidaritas organik masing-masing anggota masyarakat tidak lagi dapat memenuhi semua kebutuhannya sendiri melainkan ditandai oleh kesalingtergantungan yang besar dengan orang atau kelompok lain. Solidaritas organik merupakan suatu sistem terpadu yang terdiri atas bagian yang saling tergantung laksana bagian suatu organisme biologi.

Max Weber (1864 – 1920)
             Max Weber lahir di Jerman pada tahun 1864. Ia  belajar ilmu hukum di Universitas Berlin dan Universitas Heidelberg dan pada tahun 1889 menulis disertasi berjudul A Contribution to the History of Medeival Business Organizations. Setelah menyelesaikan studinya ia mengawali kariernya sebagai dosen ilmu hukum – mula-mula di Universitas Berlin, kemudian di Universitas Freiburg, dan setelah itu di Universitas Heidelberg. Menjelang akhir masa hidupnya Weber mengajar di Universitas Wina dan Universitas Munich. Selain mengajar ia pun berperan sebagai konsultan dan peneliti, dan semasa Perang Dunia I mengabdi di angkatan bersenjata Jerman.
             Dalam uraian ini Weber menyebutkan pula bahwa sosiologi ialah ilmu yang berupaya memahami tindakan sosial. Ini nampak dari definisi berikut ini : “Sociology . . . is a science which attempts the interpretive understanding of social action in order thereby to arrive at a causal explanation of its course and effects.
             Arti penting tulisan ini ialah bahwa dikemudian hari tulisan ini menjadi acuan bagi dikembangkannya teori sosiologi yang membahas interaksi sosial.
             Weber merupakan seorang ilmuwan yang sangat produktif. Salah satu bukunya yang terkenal ialah The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. Dalam buku ini ia mengemukakan tesisnya yang terkenal mengenai keterkaitan antara Etika Protestan dengan munculnya Kapitalisme di Eropa Barat.

Pokok-pokok Bahasan Sosiologi
Pandangan Para Perintis
Emile Durkheim : Fakta Sosial

             Emile Durkheim berpendapat bahwa sosiologi ialah suatu ilmu yang mempelajari apa yang dinamakannya fakta sosial (fait social). Menurut Durkheim fakta sosial merupakan cara bertindak, berpikir, dan berperasaan, yang berada diluar individu, dan mempunyai kekuatan memaksa yang mengendalikannya, sebagaimana nampak dari definisi berikut ini :
             Here, then, is a category of facts with very distinctive characteristics: it consists of ways of acting, thinking, and feeling, external to the individual, and endowed with a power of coercion, by reason  of which the control him… these ways of thinking and acting…. Constitute the proper domain of sociology.

Max Weber : Tindakan Sosial
             Pandangan Weber mengenai pokok pembahasan sosiologi sangat berbeda dengan pandangan Durkheim. Apa yang dimaksudkan Weber dengan tindakan sosial ? Menurutnya tidak semua tindakan manusia dapat dianggap sebagai tindakan sosial. Suatu tindakan hanya dapat disebut tindakan sosial apabila tindakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain, dan berorientasi pada perilaku orang lain.
             Menurut Weber, suatu tindakan ialah perilaku manusia yang mempunyai makna subjektif bagi pelakunya. Dari dua contoh diatas nampak bahwa tindakanyang sama—menyanyi, buruh diri—dapat mempunyai makna berlainan bagi pelakunya. Karena sosiologi bertujuan memahami (Verstehen) mengapa tindakan sosial  mempunyau arah dan akibat tertentu, sedangkan tiap tindakan mempunyai makna subjektif bagi pelakunya, maka ahli sosiologi yang hendak melakukan penafsiran bermakna, yang hendak memahami makna subjektif suatu tindakan sosial harus dapat membayangkan  dirinya di tempat pelaku untuk dapat ikut menghayati pengalamannya (“put one’s self imaghinatively in the place of the actor and thus sympathetically to participate in his experiences”.

Pandangan  Ahli Sosiologi Masa Kini
C. Wright Mills : The Sociological Imagination
             Mills berpendapat bahwa untuk melakukan sociological imagination diperlukan dua peralatan pokok: apa yang dinamakannya personal troubles of milieu  dan public issues of social structure (Mills, 1968:8). Menurutnya troubles (kesusahan) berlangsung dalam ciri individu dan dalam jangkauan hubungan langsungnya dengan orang lain. Trouble merupakan  masalah pribadi dan merupakan ancaman terhadap nilai yang didukung pribadi. Issues (isu), di pihak lain, merupakan hal yang berada di luar lingkungan setempat individu dan di luar jangkauan kehidupan pribadinya. Suatu issue merupakan suatu hal yang bersifat umum : suatu nilai yang didukung umum dirasa terancam. Contoh yang disajikan Mills tentang Konsep personal trouble ialah suatu kota berpenduduk 100.000 jiwa yang hanya mempunyai seorang penganggur. Bagi penganggur tersebut pengangguran merupakan personal trouble-nya,d an untuk mengatasinya kita mempertimbangkan ciri dan keterampilan individu yang bersangkutan serta kesempatan yang terbuka baginya. Namun bilamana dalam suatu kota berpenduduk 50 juta jiwa dijumpai 15 juta orang penganggur maka, menurut Mills, yang kita hadapi ialah suatu issue yang pemecahannya berada di luar ruang lingkup kesempatan yang tersedia bagi masing-masing individu yang bersangkutan.

Peter Berger
             Berger mengawali tulisannya dengan mengajukan berbagai citra yang melekat pada ahli sosiologi. Citra pertama, menurut Berger, ialah bahwa seorang ahli sosiologi ialah seseorang yang suka bekerja dengan orang lain, menolong orang lain, melakukan sesuatu untuk orang lain. Citra berikut ialah bahwa ahli sosiologi adalah seseorang teoretikus di bidang pekerjaan sosial. Citra lain menggambarkan ahli sosiologi  sebagai seorang yang melakukan reformasi sosial-seorang perekayasa sosial. Pun ada citra yang menyajikan ahli sosiologi sebagai seseorang yang pekerjaannya mengumpulkan data statistik mengenai perilaku manusia. Dalam gambaran lain, ahli sosiologi  dianggap sebagai orang yang mencurahkan perhatiannya pada pengembangan metodologi ilmiah untuk dipakai dalam mempelajari fenomena manusia. Citra terakhir memandang ahli sosiologi sebagai seorang pengamat yang memelihara jarak—seorang manipulator manusia.

Pembagian Sosiologi : Makrososiologi, Mesosologi, dan Mikrososiologi
             Di kalangan para ahli sosiologi masa kini dijumpai kebiasaan untuk mengklasifikasikan pokok bahasan sosiologi ke dalam dua bagian. Nama yang diberikan untuk masing-masing bagian tidak selalu sama; Broom dan Selznick (1977), misalnya, membedakan antara tatanan makro (macro-order) dan tatanan mikro (micro-order); Jack Douglas (1973) membedakan antara perspektif makrososial (macrosocial perspective) dan perspektif mikrososial (microsocial perspective);  Doyle Paul Johnson (1981) membedakan antara perspektif makrososial (macrosocial perspective) dan perspektif mikrososial (microsocial perspective);  Doyle Paul Johnson (1981) membedakan antara jenjang makro dan jenjang mikro; dan Randall Collins (1981) membedakan antara makrososiologi (macrosociology) dan mikrososiologi (microsociology).
             Dari segi skala waktu, pokok bahasan sosiologi dapat berkisar mulai dari apa yang terjadi dalam suatu detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun, sampai ke suatu abad atau lebih. Collins melihat bahwa pokok bahasan mikrososiologi cenderung terdiri atas apa yang terjadi dalam jangka waktu pendek (detik, menit, jam) sedangkan makrososiologi cenderung mempelajari gejala sosial yang berlangsung dalam jangka waktu lebih panjang. Seorang ahli mikrososiologi sering mengamati berbagai peristiwa yang berlangsung tatkala orang yang tidak saling mengenal berpapasan. Ia akan mengamati, misalnya, apakah mereka itu saling memandang, ataukah justru berusaha untuk saling memandang, dan apakah tindakan saling memandang atau tidak itu ada hubungannya dengan faktor tertentu seperti jenis kelamin, usia dan kelas sosial orang yang berbapasan (misalnya, apakah situasinya akan berbeda bila yang berpapasan adalah sekelompok kelasi dengan seorang pramugari, dan bila yang berpapasan adalah beberpa orang eksekutif bank dengan seorang nenek miskin). Ia mungkin akan mengamati pula teknik apa sajakah yang digunakan orang agar tidak saling membentur di kala berpapasan, siapa yang memakai teknik tertentu (misalnya apakah kedua belah pihak saling menghindar pada saat terakhir, ataukah penghindaran hanya dilakukan oleh satu pihak—mungkin pihak yang kelas sosialnya lebih rendah atau dari jenis kelamin tertentu) dan reaksi yang timbul bila perbenturan terjadi (tidak ada reaksi, permintaan maaf, caci maki). Kesemuanya ini merupakan peristiwa yang berlangsung dalam jangka waktu beberapa detik saja, dan hanya melibat seorang atau beberapa orang pelaku yang dalam suatu situasi tertentu yang berada dalam jangkauan pandangan mata.