(JL. MATRAMAN DALAM 3 NO. 7, PEGANGSAAN, MENTENG, JAKARTA PUSAT) E-MAIL: mr.saputro83@gmail.com HP. 081283279783

POLITIK INTERNATIONAL


Konsep Sistem Internasional
Dan Balance Of Power

             Politik Internasional  mempunyai landasan pemikiran yang spesifik, yang berbeda dengan disiplin-disiplin ilmu lainnya. Salah satu peletak landasan pemikiran tentang hal ini adalah Kaum Realis (the Realist). Dari sudut pandang ini, negara-negara sebagai salah satu pemain terpenting dalam politik internasional dipandang senantiasa akan bertindak “rasional”. Dalam kata lain kelangsungan hidup suatu negara merupakan nilai tertinggi yang senantiasa ingin dicapai. Apabila persoalan telah menyentuh masalah eksistensi negara, berbagai cara yang memungkinkan akan dicoba untuk ditempuh. Namun negara tidak bertindak dalam suatu ruang hampa, ia juga terpengaruhi dan mempengaruhi lingkungan eksternalnya. Sebagai akibatnya, pertimbangan distribusi power yang tengah dan yang akan berlangsung merupakan hal esensial yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Suatu distribusi power tertentu akan membuka peluang-peluang sekaligus penghambat-penghambat tertentu bagi suatu negara dalam usaha mencapai tujuan-tujuan atau sasaran-sasarannya.
             Lingkungan eksternal suatu negara dapat dipersepsikan secara global, yakni dengan menggunakan konsep Sistem Internasional. Konsep ini menerangkan tentang tatanan power yang ada pada suatu waktu tertentu, mengingat politik internasional sebagai suatu kondisi sosial juga bersifat dinamis. Sistem Internasional dapat dipandang sebagai suatu “setting” dimana di atasnya/ di depannya bermain unit-unit politik tertentu. Sebagaimana suatu “iklim” yang dapat berubah-ubah dan mempengaruhi individu-individu yang ada di dalamnya, Sistem Internasionalpun melahirkan peluang-peluangnya melahirkan peluang-peluangnya sendiri serta keterbatasan-keterbatasannya. Walaupun disadari bahwa sangat sulit menentukan jenis Sistem Internasional yang ada, namun mengingat pentingnya diperoleh pengertian tentang hal ini, pendalaman tentang konsep ini merupakan suatu hal yang senantiasa akan berguna.
             Pertama dikemukakan tentang The Diffuse System. Dalam Sistem Internasional ini Kekuasaan dan Pengaruh tersebar secara relatif merata. Tentu saja tidak berarti benar-benar merata, karena tetap terdapat beberapa unit politik yang menonjol baik dalam luas wilayah maupun kekuatan militer. Dalam region-region yang berbeda terdapat beberapa pemimpin region yang membentuk aliansi regional, namun tetap tak ada suatu unitpun yang  memegang dominasi secara permanen. Dalam konstelasi power seperti ini, terjadi aliansi militer maupun kerjasama diplomatic secara bebas. Aliansi dan kerjasama ini biasanya dibentuk karena adanya suatu atau beberapa tujuan bersama. Bila tujuan bersama tersebut telah tercapai, aliansi dan kerjasama tersebut berakhir dengan sendirinya. Salah satu yang menjadi ciri khas sistem internasional ini adalah tiadanya konflik ideology yang mendasar diantara pihak-pihak yang berinteraksi. Berperan pula faktor geografis yang dapat merupakan unsur perekat dalam integrasi antar unit-unit politik yang terkait.
             Kedua adalah the Multi Polar System. Dalam sistem semacam ini, terdapat beberapa blok yang berbeda. Walaupun demikian ada fleksibilitas dalam tingkat tertentu yang dimiliki oleh blok-blok tersebut. Pembentukan beberapa persekutuan terbatas masih dimungkinkan dalam kondisi ini. Kepentingan luar negeri masing‑masing unit politik memainkan peran yang berarti dalam sistem ini, dimana hal ini membedakannya dengan Sistem Polar. Disamping itu " wama " dari pemimpin domestik (faktor ideosinkretis) dan pendapat umum lingkungan domestik masih mendapatkan tempat yang berarti.
             Diffuse‑block System adalah bentuk Sistem Internasional yang berikutnya. Dalam sistem ini, struktur kekuasaan terbagi dalam beberapa blok yang berkuasa penuh secara relatif permanen dengan sekutu‑sekutu dan satelit‑satelitnya. Walaupun demikian tetap ada negara-­negara lain diluar mereka yang secara bebas mengejar tujuan‑tujuannya sendiri. Pola komunikasi yang terjadi mirip dengan yang, terdapat pada Diffuse System (yakni kesemua arah), namun anggota blok cenderung tetap tergantung dan patuh pada pemimpin blok, dan relatif hanya sedikit berhubungan den‑an anggota blok yang menentang ataupun negara­-negara yang tak terlibat.
             Sistem internasional yang lain adalah The Polar‑Model. Dalam sistem ini, struktur kekuatan militer dan kekuasaan diplomatik berpusat disekitar dua blok pemimpin yang menguasai atau memimpin unit‑unit yang lebih kecil dengan mengkombinasikan ganjaran dan hukuman/ancaman hukuman yang implisit maupun eksplisit terhadap sekutu yang membangkang. Interaksi dan komunikasi terutama terjadi antar pemimpin‑pemimpin blok dengan anggotanya masing‑masing. Berbagai masalah dan konflik dalam sistem ini sangat berkaitan dengan masalah ideologi. Seringkali masalah teritorial dan lingkungan pengaruh turut mewarnai konflik yang ada. Ketidakcocokan antar blok justru menjadi alat perekat dari masing‑masing blok.
             Jenis sistem internasional lain yang dikemukakan Holsti adalah The Hierarchial System. Keadaan ini ditandai oleh adanya konsentrasi kekuasaan dan pengaruh pada satu unit, yang mempunyai kekuasaan untuk membentuk dan menghukum unit‑unit yang lebih kecil yang membangkang terhadap dominasi pusat kekuasaan. Pusat kekuasaan memelihara ketertiban dan kestabilan dengan memberikan hadiah dan subsidi. Interaksi dan komunikasi diadakan secara hierarkhis pula, yakni antara penguasa pusat dan unit‑unit bawahannya melalui unit-unit bawahannya melalui unit-unit penengah. Hubungan langsung dapat dikatakan tidak terjadi, hubungan yanig resmi adalah hubungan vertikal, hubungan horizontal dapat diartikan sebagai usaha/tanda ketidak patuhan.
             Disamping konsep Sistem Internasional yang dikemukakan oleh Holsti di atas, terdapat beberapa konsep yang berkaitan dengan konsep ini. Dapat dikemukakan disini konsep Balance of Power. Konsep ini sangat dipandang penting oleh tokoh‑tokoh yang menjadi " jembatan " antara the Tradisonalist dan the Scientist, antara, lain oleh H. Morgenthau. Dengan mengamati konsep ini Idta dapat mengetahui bahwa negara‑negara senantiasa berusaha menciptakan suatu kondisi yang dipandang kondusif bagi eksistensi mereka melalui berbagai tindakan. Dalam bukunya, Johari menyorot berbagai alternatif kondisi yang berhubungan dengan distribusi power yang akan mempengaruhi negara dalam melangsungkan eksistensinya .
             Dalam bukunya, Johari menjelaskan bahwa terdapat beberapa heuristic designs dari Balance of Power. Mari kita tinjau model‑model yang dibahas tersebut.
             Pertama dikemukakan tentang The Classical Model. Model ini menjelaskan tentang adanya suatu saat dimana dunia dipengaruhi secara kuat oleh 5 kekuatan/negara‑negara besar. Dalam beberapa kesempatan terjadi aliansi militer diantara negara‑negara tersebut. Keda­maian (suatu situasi yang relatif ditandai tidak adanya perang dalam skala besar) dicapai melalui peran aktif negara-negara besar tadi. Yang dimaksudkan disini terutama adalah perang yang terjadi antara negara‑negara, subordinat, yakni unit‑unit politik yang relatif lebih lemah dibandingkan kelima negara kuat tersebut.
             Loose Bipolar Model adalah jenis kedua yang dibahas oleh Johari. Dalam keadaan seperti ini terdapat dua superpower yang masing‑masing berperan sebagai sekutu, pembela bahkan kadang kala pengontrol dari sejumlah negara‑negara subordinat. Kontrol ini biasanya dilakukan dengan cara, memasukkan negara‑negara tersebut kedalam blok militer mereka, setidaknya pada daerah pengaruhnya. Kedua superpower berada dalam kondisi perbedaan ideologi yang mendalam, dimana bidang ini juga menjadi salah satu bidang konflik yang mendasar. Pemilikan kapabilitas nuklir merupakan sifat khas, dari kedua unit politik dominan. Kapabilitas ini sebenarnya merupakan sesuatu yang semu karena, kedua belah pihak menyadari bahwa penggunaan total dari kapabilitas nuklir yang mereka miliki akan mengakibatkan terjadinya kehancuran bersama. Kehancuran bersama ini merupakan suatu pilihan yang tidak masuk akal karena pelaksanaan hal ini bertentangan dari pandangan dasar The Realist.
             Tight Bipolar Model merupakan kondisi yang sangat berkaitan dengan model yang terdahulu. Model ini menjelaskan tentang adanya suatu kondisi ekstrim dari the Loose Bipolar System. Dalam model yang disebut Cold War Model ini, ruang gerak negara‑negara, diluar kedua super power tersebut sudah sedemikian sempitnya bahkan kadang kala dilihat


bahwa tidak ada pilihan lain bagi selain menjadi salah satu. anggota blok. Pidato Dulles merupakan suatu ilustrasi jelas tentang hal ini. Dikatakan bahwa!
"...it is immoral not to choose where you stand,... if you are not our ally then you are our enemy”.
             Unit‑Veto Model adalah jenis kondisi lain yang dibahas oleh Johari. Menurutnya, pada suatu waktu pemilikan senjata nuklir negara‑negara bangsa akan sedemikian meluasnya sehingga hampir semua negara memilikinya. Dalam kondisi seperti ini masing‑masing pihak mempunyai suatu kemampuan nuklir yang cukup efektif untuk mencegah negara lain melakukan tindakan‑tindakan/kebijakan yang tidak bersahabat dengan kepentingannya. Suatu " centralized world authority " dipandang sebagai suatu instrumen penting untuk mencegah negara‑negara tergelincir kedalam suatu peran nuklir.
             Collective Security Model adalah suatu kemungkinan yang lain yang diajukan. Dalam model ini tidak ada aliansi‑aliansi militer. Agresi oleh suatu negara pada lainnya dicegah/ dihukum dengan melakukan sangsi militer atau ekonomi yang diselenggarakan bersama oleh sejumlah negara‑negara pencinta damai. Kondisi ini menekankan penggunaan instrumen­-instrumen moral dan hukum pada negara‑negara bangsa, bukan berdasarkan rasa segan dan takut pada suatu Centralized World Government.
             Multi‑Bloc Model merupakan alternatif keenam. Terbaginya dunia kedalam beberapa spheres of influence dari beberapa major powers menandai keadaan ini. Campur tangan satu negara kuat terhadap negara kuat lainnya tidak dilakukan secara intensif. Region sebagai bagian dari dunia secara keseluruhan dalam kondisi ini telah mencapai tingkat integrasi ekonomi dan politik yang cukup tinggi.
             Dalam Nation‑Fragmentation Model terdapat banyak negara‑neg'ara yang terancam integrasinya secara etnik, linguistik, agama dan rasial. Juga tingkat perkembangan negara-­negara berada dalam ketidakmerataan yang kritis. Salah satu yang dipandang sebagai peyebab dari terdisintegrasinya negara‑negara ini adalah adanya gerakan‑gerakan separatis.
             Post‑Nuclear War Model ialah bentukan yang terjadi setelah terjadi suatu perang dunia yang lain. Setelah perang besar ini terjadi (tidak dijelaskan kapan akan terjadinya), akan berkuasa suatu rejim tirani yang mampu mengontrol distribusi pangan, perumahan dan obat­-obatan. Model ini tentu adalah suatu prediksi tentang keadaan dimasa datang setelah berakhirnya perang dunia ke tiga.
Hierarchial Model merupakan model yang terakhir yang dibahas Johari. Model ini menjelaskan tentang adanya suatu regulasi internasional yang berbentuk piramidal. Keadaan ini diatur melalui suatu " world government " berdasarkan garis‑garis federasi. Prinsip‑prinsip demokratis merupakan landasan bagi keadaan ini dimana suatu badan internasional atau salah satu super power diduga akan merupakan pihak yang memungkinkan munculnya keadaan ini.