(JL. MATRAMAN DALAM 3 NO. 7, PEGANGSAAN, MENTENG, JAKARTA PUSAT) E-MAIL: mr.saputro83@gmail.com HP. 081283279783

MENGKLASIFIKASI TEORI-TEORI AKUNTANSI


MENGKLASIFIKASI TEORI-TEORI AKUNTANSI

                 Pendekatan apapun yang dipakai untuk memecahkan masalah akuntansi, selalu tersisa pertanyaan: Bagaimana kita dapat mengatakan apakah pemecahan itu benar atau tidak? Pernyataan itu membawa pada pertanyaan yang kedua: Apakah yang dimaksud dengan pemecahan yang benar dalam konteks ini? Jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan ini akan dibahas tiga cara mengklasifikasikan cara orang-orang berpikir. Bagian-bagian tersebut diikuti oleh pembahasan tentang bagaimana kita menentukan kebenaran pola pemikiran tertentu. Dengan cara yang lebih formal, kami membahas bagaimana teori-teori dapat diklasifikasikan dan kemudian diverifikasi.
1.       Teori Sebagai Bahasa
                 Klasifikasi yang pertama bersandar pada ide bahwa akuntansi adalah bahasa. Banyak yang menyebut akuntansi sebagai bahasa bisnis. Para ahli teori menyatakan bahwa ada tiga pertanyaan yang harus diajukan mengenai sebuah bahasa serta kata-kata dan frasa-frasa yang membentuk bahasa itu:
a.    Apa pengaruh kata-kata itu pada pendengar?
b.    Apa arti, jika ada, yang dimiliki kata-kata itu?
c.    Apakah kata-kata itu masuk akal?
          Jawaban terhadap setiap pertanyaan di atas membentuk bagian dalam ilmu bahasa. Pragmatik adalah ilmu tentang pengaruh bahasa; sematntik adalah ilmu tentang makna bahasa; dan sintaksis adalah ilmu tentang logika atau tata bahasa. Baik pendekatan perilaku maupun pendekatan ekonomi yang disinggung di atas terutama bergaya prakmatik, sedangkan pendekatan struktural terutama bersifat sintaksis. Walaupun bisa dikatakan bahwa hampir semua riset akuntansi sekarang ini orientasinya bersifat pragamatik, semantik dan sintaksis juga penting dalam teori akuntansi. Semantik penting karena idealnya informasi keuangan memiliki kandungan ekonomi atau fisik yang disepakati baik oleh pembuat maupun pemakai informasi itu. Sintaksis penting dalam akuntansi karena idealnya suatu bagian informasi keuangan berhubungan secara logis dengan bagian lainnya.
                 Angka-angka dan klasifikasi akuntansi bervariasi dalam hal derajat penafsiran yang dapat disimpulkan oleh pembaca laporan akuntansi. Misalnya, pos kas dalam laporan kondisi keuangan cukup baik dipahami artinya sesuai dengan arti yang dimaksudkan oleh para akuntan. Sebaliknya, klasifikasi beban yang ditangguhkan tidak memiliki interpretasi yang spesifik terlepas dari proses struktural  yang memunculkannya. Peran teori-teori yang menekankan semantik adalah mencari cara-cara untuk memperbaiki penafsiran informasi akuntansi dengan berdasarkan pada pengamatan dan pengalaman manusia. FASB, khususnya terus bekerja untuk membersihkan neraca dari pos-pos yang tidak memiliki kandungan semantis.
                 Walaupun FASB sudah berusaha, dan walaupun sukar bagi para pendatang baru (dan masyarakat umum) untuk menerima, banyak konsep akuntansi yang tetap tidak memiliki kandungan semantis. Pertimbangkan kembali kasus ABC dan pertanyaan mengenai kapan mereka seharusnya mengakui pendapatan. Sadarilah bahwa tidak ada lampu isyarat yang berhenti menyala dalam dunia nyata untuk memberi tahu para akuntan bahwa saat pengakuan yang penting itu telah tiba. Sebuah tanda tangan pada kontrak merupakan peristiwa yang nyata, pengiriman mesin penjual adalah peristiwa yang nyata, pembayaran untuk mesin itu juga peristiwa yang nyata, tetapi saat terjadinya “penjualan” hanyalah saat ketika pemegang buku memutuskan untuk mencatat transaksi itu, tidak lebih dan tidak kurang. Pengakuan penjualan, beban, aktiva, dan kewajiban semuanya bersifat sintaktis pada awalnya. Tidak ada pengimbang sematis yang dapat kita tunjukkan.

2.       Teori Sebagai Pemikiran
                 Cara kedua untuk mengklasifikasikan bentuk perdebatan teoritis adalah dengan menanyakan apakah argumentasi-argumentasi itu mengalir dari hal-hal yang merupakan generasi menuju hal-hal yang spesifik (pemikiran deduktif) atau apakah mengalir dari hal-hal yang spesifik menuju generalisasi (pemikiran induktif). Dalam akuntansi, hasil, hasil generalisasi itu seringkali diberi istilah postulat. Dari postulat-postulat ini, para akuntan berharap dapat menyimpulkan prinsip-prinsip akuntansi yang akan menjadi dasar bagi penerapan yang konkrit atau praktis. Dengan metode deduktif, penerapan dan aturan-aturan praktis disimpulkan dari postulat dan bukan dari mengamati praktik. Dengan metode induktif, prinsip-prinsip disimpulkan dari praktik terbaik yang sedang berlaku.
a.    Pemikiran Deduktif.    Tujuan merupakan bagian yang penting dalam proses deduktif, karena tujuan yang berbeda mungkin memerlukan struktur yang sama sekali berbeda dan menghasilkan prinsip yang berbeda. Misalnya, tujuan dasar akuntansi pajak berbeda dengan tujuan dasar akuntansi keuangan. Inilah salah satu alasan utama mengapa aturan-aturan untuk menentukan laba kena pajak berbeda dalam banyak hal dengan praktik yang berlaku umum untuk menentukan laba keuangan. Namun, kadang-kadang, walaupun terdapat perbedaan dalam tujuan, pertimbangan biaya-manfaat menuntut diadakannya kompromi. Misalnya, mungkin saja pemakai-pemakai individual mempunyai tujuan yang berlainan dalam pikiran mereka ketika menggunakan data akuntansi. Walaupun demikian, tampaknya tidak mungkin membuat seperangkat prinsip yang sama sekali berbeda untuk setiap pemakai! Sebaliknya, sebagai kompromi, dibuatlah suatu laporan dengan tujuan umum.
              Metode yang lebih tepat untuk merumuskan logika dalam pemikiran deduktif ditemukan dalam pendekatan aksiomatik atau pendekatan matematis terhadap teori akuntansi. Dalam metode ini, simbol-simbol matematis diberi ide dan konsep tertentu. Kerangka dasarnya diberikan dalam bentuk model-model matematis yang menggunakan aljabar matriks atau logika simbolik. Batasan-batasan dapat diterapkan dalam bentuk pernyataan-pernyataan matematis. Oleh karena itu, dimulai dengan postulat dan aturan dasar inferensi logis, teorema-teorema dapat dirumuskan dan diuji melalui operasi. Jadi metode aksiomatis dapat menghasilkan penerapan metode deduktif yang sangat teliti.
              Salah satu kelemahan utama metode deduktif adalah bahwa, jika salah satu postulat atau premis ternyata salah, kesimpulannya juga bisa salah. Selain itu, pendekatan ini dianggap terlalu jauh dari realitas untuk dapat menurunkan prinsip-prinsip yang realistis dan dapat dilaksanakan, atau untuk menghasilkan dasar bagi aturan praktis. Tetapi kritik ini biasanya berasal dari kesalahpahaman mengenai tujuan dan arti teori. Teori tidak mesti seluruhnya praktis agar teori itu berguna dalam menetapkan prosedur yang dapat dilaksanakan. Tujuan utama teori adalah memberikan kerangka dasar bagi pengembangan ide-ide baru dan prosedur-prosedur alternatif. Jika tujuan-tujuan ini tercapai, teori tidak mesti didasarkan seluruhnya pada konsep praktis atau bahwa teori itu dibatasi pada pengembangan prosedur yang benar-benar dapat dilaksanakan paktis menurut teknologi yang ada saat itu. Pada kenyataannya, banyak dari prinsip dan prosedur yang sekarang berlaku merupakan pedoman tindakan yang umum dan bukan aturan-aturan spesifik yang dapat diikuti dengan setepat-tepatnya dalam setiap kasus.
b.    Pemikiran Induktif.    Proses induksi terdiri atas penarikan kesimpulan umum dari hal-hal yang spesifik. Argumentasi induktif biasanya dimulai dengan seperangkat contoh khusus, menyatakan bahwa contoh-contoh ini mewakili suatu kesatuan yang lebih besar, dan menyimpulkan suatu generalisasi tentang kesatuan itu. Biasanya, tetapi tidak selalu, hal-hal yang spesifik itu didasarkan pada pengalaman-pengalaman praktis seperti hasil-hasil eksperimen. Ilmu pengetahuan yang mengandalkan pengalaman diberi istilah empiris. Ilmu pengetahuan yang eksperimental bersifat empiris menurut definisinya. Matematika secara inheren bersifat nonempiris. Teori akuntansi yang mengumpulkan data keuangan untuk menarik kesimpulan dapat dianggap empiris. Pendekatan struktural, sebaliknya, secara tipikal bersifat nonempiris.
              Hanya karena para pengamat hanya mengamati data mentah saja tidak berarti bahwa mereka tidak memerlukan postulat dan konsep awal tertentu. Dengan memilih apa yang harus diamati saja mereka sudah mencerminkan ide yang terbentuk sebelumnya mengenai apa yang mungkin relevan. Dengan membatasi diri pada data keuangan sebuah perusahaan, misalnya, mereka menarik postulat tertentu mengenai lingkungan akuntansi. Lebih jauh lagi, jika mereka membatasi diri hanya mengamati transaksi keuangan, mungkin mereka hanya memastikan praktik yang sudah ada. Oleh karena itu, induksi dan deduksi benar-benar bersifat komplementer. Hampir semua teori mencakup beberapa unsur dari pemikiran deduktif dan induktif.
              Keunggulan pendekatan induktif adalah bahwa pendekatan ini tidak mesti terbatas pada model atau struktur yang telah terbentuk sebelumnya. Para periset bebas untuk melakukan pengamatan apapun yang mereka anggap relevan. Kelemahan utama proses induktif adalah bahwa para pengamat cenderung dipengaruhi oleh ide-ide di bawah sadar mengenai apa saja yang merupakan hubungan yang relevan itu dan data apa saja yang harus diamati. Kelemahan lain pendekatan induktif adalah bahwa, dalam akuntansi, data mentah kemungkinan berbeda untuk setiap perusahaan. Hubungan-hubungan juga mungkin berbeda, sehingga sukar untuk melakukan generalisasi.


3.       Teori Sebagai Panduan (Script)
                 Baik teori induktif maupun deduktif dapat bersifat deskriptif (positif) atau preskriptif (normatif). Teori-teori yang deskriptif mencoba mengemukakan dan menjelaskan informasi keuangan apa yang disajikan dan dikomunikasikan kepada para pemakai data akuntansi serta bagaimana penyajian dan pengkomunikasiannya. Teori-teori yang normatif mencoba menentukan data apa yang harus dikomunikasikan dan bagaimana data itu harus disajikan; berarti, teori itu mencoba menjelaskan apa yang seharusnya dan bukan apa yang sebenarnya disajikan. Teori-teori induktif, menurut sifatnya, biasanya besifat positif; tetapi ini tidak berarti bahwa teori deduktif karenanya bersifat normatif. Kita dapat memulai dengan generalisasi tentang bagaimana dunia ini menurut pandangan kita dan dari situ kita menarik deduksi-deduksi spesifik yang dimaksudkan untuk benar-benar bersifat deskriptif.
                 Pernyataan dalam kasus Alleghany Beverages mengenai metode pengakuan pendapatan mana yang harus digunakan merupakan pertanyaan preskriptif atau normatif bagi para partisipan karena mereka mencari jawaban tentang apa yang harus mereka lakukan. Kita dapat menanyakan pertanyaan yang lebih bersifat deskriptif atau positif: Mengapa manajemen ingin mengakui penghasilan? Salah satu jawaban yang memungkinkan adalah bahwa manajemen hanya mencoba melakukan hal yang secara teoritis benar (apapun itu); lainnya, mungkin jawaban yang lebih sinis, adalah bahwa manajemen mencoba untuk mengemukakan penghasilan agar para pemegang saham dan kreditor terkesan. Apakah mereka terkesan atau tidak merupakan pertanyaan yang empiris.
                 Para ahli teori akuntansi tertarik pada jawaban untuk kedua jenis pertanyaan itu: pertanyaan normatif yang mencoba mengungkapkan cara terbaik untuk mempertanggungjawabkan suatu transaksi, dan pertanyaan positif yang mencoba mengungkapkan bagaimana manajemen dan pihak-pihak lainnya memutuskan cara mana yang terbaik bagi mereka. Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan seperti ini, serta upaya untuk menemukan jawaban itu, merupakan subjek teori akuntansi.
4.       Verifikasi Teori
                 Verifikasi dapat didefinisikan sebagai penetapan akseptabilitas, atau kebenaran, suatu teori. Semua teori haruslah baik secara logika, tetapi di luar itu sifat verifikasi akan tergantung pada sifat teori yang diverifikasi. Teori-teori normatif dinilai dengan cara yang satu; teori-positif dengan cara yang lain.
                 Teori-teori normatif, termasuk teori verifikasi itu sendiri, dinilai dari kewaaran asumsi-asumsinya. Idealnya, asumsi-asumsi yang menjadi dasar suatu teori normatif, dan dasar-dasar untuk menilai akseptabilitas asumsi-asumsi itu, dinyatakan dengan jelas dalam teori itu. Orang lain mungkin saja menolak esimpulan normatif itu dengan menolak untuk menerima asumsi-asumsinya, tetapi dasar ketidaksepakatan itu sendiri terdefenisikan dengan baik.
                 Teori-teori deskriptif dievaluasi dengan dua ara yang berbeda, tergantung pada apakah teori itu memiliki kandungan empiris atau tidak. Teori-teori sintaktis merupakan teori-teori deskriptif tanpa kandungan empiris. Teori-teori itu dikonfirmasikan hanya dengan logika. Misalnya, persamaan 2(y+3) = 2y + 6 itu benar karena adanya aturan-aturan matematika yang disepakati bersama. Demikian pula, marjin kotor akan berjumlah $500 jika pendapatan berjumlah $800 dan harga pokok barang yang dijual berjumlah $300, bukan karena pengamatan empiris apapun, melainkan karena adanya aturan-aturan akuntansi yang disepakati bersama. Banyak dalil akuntansi masuk dalam kategori ini dan benar karena alasan sintaktis saja. Pikirkanlah, dengan sebuah contoh lagi, pertanyaan apakah suatu pos, seperti sebuah sumur minyak yang sudah kering, merupakan aktiva atau bukan. Orang mungkin berargumentasi sebagai berikut :
                 Semua aktiva mempunyai nilai bagi perusahaan.
                 Sebuah sumur minyak yang sudah kering tidak bernilai bagi perusahaan.
                 Oleh karena itu, sumur itu tidak mungkin suatu aktiva.
          Itu adalah kesimpulan yang sangat sah tetapi kita benar-benar harus menyadari bahwa keabsahan pemikiran kita sama sekali tidak tergantung pada arti kata aktiva. Kita dapat mengganti kata-kata yang tak berarti tanpa mempengaruhi kebenaran kesimpulannya. Misalnya, kita bisa saja hanya mengatakan bahwa jika semua bzrs memiliki eechs, maka x tidak mungkin bzr jika x tidak mempunyai eeh! Banyak dasar pemikiran dalam akuntansi, khususnya dalam pendekatan struktural, bersifat sintaktis. Mungkin saja pemikiran itu secara logika benar tetapi pemikian itu tidak mempunyai kandungan empiris.
                 Sebaliknya, teori-teori sematis merupakan teori-teori deskriptif yang mempunyai kandunganempiris. Karena teori-teori itu dimaksudkan untuk menyatakan sesuatu tentang dunia nyata, kebenarannya tergantung pada pengamatan. Misalnya, bahwa ada $56.23 dalam kas kecil hanya dapat diverifikasi dengan pemeriksaan. Verifikasi teori-teori sematik dapat diperoleh melalui penelitian riset yang menentukan apakah pemakai informasi akuntansi memahami arti yang ingin disampaikan oleh penghasil informasi itu, dalam konteks teori yang relevan.
                 Teori-teori pragmatik juga merupakan kegunaan akuntansi bagi para investor dan pihak-pihak lainnya. Verifikasi teori-teori itu tidak terlalu tergantung pada kebenarannya melainkan ada nilai teori-teori itu bagi pemakai. Dengan kata lain, kita tidak memverifikasi teori akuntansi pragmatik itu sendiri, melainkan kegunaannya. Hal ini, yang akan menjadi pragmatik itu sendiri, melainkan kegunaannya. Hal ini, yang akan menjadi diperjelas selanjutnya, merupakan jalur yang dipilih oleh para ahli teori akuntansi modern.
                 Pengujian teori-teori deskriptif seringkali dilakukan dalam bentuk ramalan (prediksi). Misalnya, teori gravitasi memungkinkan para ilmuwan meramalkan bagaimana pergerakan benda-benda saat jatuh dan pengujian daat dilakukan untuk memverifikasi bahwa benda-benda itu memang bergerak seperti yang diramalkan. Hasilnya, jika pengujian itu diulang secukupnya untuk memuaskan para pengamat, disebut sebagai konfirmasi teori itu. Sebaliknya, jika teori itu gagal meramalkan, atau jika ditemukan penyimpangan, dikatakan bahwa teori itu tidak memiliki konfirmasi-atau bahkan disangkal.
                 Beberapa pengarang tidak setuju dengan deskripsi proses ilmiah ini. Thomas Kuhn, misalnya, menyatakan bahwa ilmu pengetahuan berjalan dengan menetapkan apa yang ia sebut paradigma, yang dapat didefenisikan sebagai erangka dasar untuk menghasilkan pertanyaan-pertanyaan riset. Para ilmuwan tidak begitu mempersoalkan harus mengkonfirmasi atau menyangkal teori-teori; apakah mereka menganggap teori-teori itu lebih atau kurang bermanfaat dalam memancing pertanyaan-pertanyaan yang mendalam tentang sifat dunia kita ini. Teori-teori itu disingkirkan bila tidak lagi bermanfaat dalam menghasilkan pertanyaan-pertanyaan.
                 Pengarang-pengarang lainnya menolak pendekatan terhadap verifikasi yang murni didasarkan pada ramalan dengan alasan bahwa ramalan, khususnya dalam ilmu-ilmu sosial, seringkali tidak dapat diandalkan karena adanya implikasi perilaku akibat ramalan itu. Misalnya, ramalan depresi ekonomi dapat menyebabkan emerintah mengambil tindakan-tindakan yang malah benar-benar menciptakan atau memperparah depresi (seperti penimbunan atau penjualan surat berharga secara membabibuta). Teori yang dapat menghasilkan ramalan kegagalan usaha dapat benar-benar menyebabkan kegagalan itu jika orang-orang mempercayai ramalan itu. Dengan menolak memberikan dana kepada perusahaan yang sedang menghadapi kesulitan, investor dan kreditor dapat menyebabkan perusahaan itu jatuh bangkrut. Para akuntan bukannya tidak menyadari kemungkinan ini dalam prosedur-prosedur akuntansi tradisional, dan ramalan-ramalan yang lebih akurat bisa saja malah melipatgandakan keprihatinan ini. Oleh karena itu, kemampuan meramal tidak bisa menjadi satu-satunya pertimbangan dalam pengembangan teori-teori dalam akuntansi.
                 Penggunaan ramalan sebagai kriteria utama untuk mengevaluasi teori akuntansi juga diperumit oleh fakta bahwa teori-teori akuntansi biasanya merupakan campuran dari berbagai bentuk teorisasi. Oleh karena itu, konfirmasi teori-teori akuntansi terjadi pada beberapa tingkatan :
a.    Asumsi-asumsi yang menyangkut dunia nyata harus diuji untuk menilai kesesuaian antara pernyataan itu dan fenomena yang dapat diamati.
b.    Saling hubungan pernyataan-pernyataan dalam teori harus diuji untuk menilai konsistensi logisnya.
c.    Jika ada premis yang didasarkan pada pertimbangan nilai, premis itu harus diterima atau ditolak berdasarkan kesesuaiannya dengan pertimbangan nilai orang itu sendiri.
d.    Jika ada verifikasi empiris yang tidak konklusif, kesimpulan teori atau hipotesanya harus menjalani verifikasi empiris yang independen.

KESIMPULAN

          Teori akuntansi, seperti diuraikan, memfokuskan pada perangkat prinsip-prinsip yang mendasari dan, agaknya, mendukung praktik akuntansi: prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum (generally accepted accounting principles (GAAP)) yang menjadi acuan pengujian para auditor setiap kali mereka menandatangani pernyataan pendapat. Walaupun demikian, harus dikatakan sekalian bahwa prinsip-prinsip akuntansi hanyalah salah satu ekuatan yang membentuk praktik akuntansi. Politik, ekonomi, dan hukum adalah beberapa di antara banyak kekuatan dahsyat yang menghadapi pertimbangan-pertimbangan yang murni teoritis untuk membentuk praktik. Teori akuntansi, selain mengembangkan prinsip, uga berupaya untuk memahami kekuatan-kekuatan itu.
          Jika semua hal itu dinyatakan kembali secara lebih formal, dan dengan mengambil definisi teori seperti yang tercantum dalam kamus Webster, teori akuntansi dapat didefinisikan sebaga seperangkat koheren prinsip-prinsip yang hipetetis, konseptual, dan pragmatis, yang membentuk suatu kerangka acuan umum untuk menyelidiki sifat akuntansi. Definisi ini sengaja dibuat luas agar mencakup baik pandangan yang lebih tradisional mengenai teori sebagai kerangka acuan umum untuk mengevaluasi dan mengembangkan praktik-praktik akuntansi yang baik, maupun pandangan yang lebih modern mengenai teori sebagai erangka acuan umum yag digunakan untuk menjelaskan dan meramalkan praktik akuntansi.
          Keberatan pertama terhadap definisi ini adalah bahwa, walaupun mungkin diinginkan satu saja teori akuntansi yang sifatnya umum, akuntansi sebagai ilmu pengetahuan masih berada dalam tahap yang terlalu primitif untuk perkembangan semacam itu. Hal terbaik yang dapat dicapai dalam tahap perkembangan ini adalah seperangkat teori (model) dan subteori yang mungkin bersifat saling melengkapi atau saling bersaing. Tetapi inipun mungkin berharga. Seperti yang pernah dikatakan oleh ahli sejarah kebangsaan Itali, Guglielmo Ferrero, :
          “teori, yang memberi nilai dan signifikansi pada fakta-fakta, seringkali sangat bermanfaat, sekalipun jika sebagian teori itu salah, karena teori itu menyoroti fenomena yang belum pernah diamati siapapun, teori itu mendorong dilakukannya pemeriksaan, dari banyak sudut, atas fakta-fakta yang belum pernah diteliti siapapun sampai sekarang ini, dan teori itu menumbuhkan dorongan untuk melakukan riset-riset yang lebih ekstensif da lebih produktif….”
          Kebenaran pernyataan ini akan nyata jika kita memeriksa berbagai pendekatan terhadap teori yang telah dikembangkan selama ini.
          Pertanyaan-pertanyaan sederhana, seperti kapan harus mengakui penjualan, membentuk inti teori akuntansi. Sejak awal mereka mempelajari ilmu ini, para mahasiswa akuntansi  telah bergulat dengan pertanyaan-pertanyaan seperti ini- dengan kata lain dengan masalah-masalah teoritis. Akibatnya, sebagian besar mahasiswa akuntansi, mungkin tanpa disadari, membawa banyak pengetahuan teoritis ke dalam kelas teori. Teori akuntansi tidak menambah pengetahuan baru sebanyak pengetahuan sistematis yang sudah dimiliki pembaca.