(JL. MATRAMAN DALAM 3 NO. 7, PEGANGSAAN, MENTENG, JAKARTA PUSAT) E-MAIL: mr.saputro83@gmail.com HP. 081283279783

TERJEMAH RESMI / TERJEMAH TERSUMPAH / PENERJEMAH TERSUMPAH / PENERJEMAH TERSUMPAH

TERJEMAH RESMI / TERJEMAH TERSUMPAH / PENERJEMAH TERSUMPAH / PENERJEMAH TERSUMPAH
INDONESIA - INGGRIS - JERMAN - BELANDA - PERANCIS - MANDARIN - JEPANG




ETIKA  EKONOMI
KEADILAN DAN PERAN PEMERINTAH


FUNGSI PEMERINTAH
            Sejalan dengan sistem kebebasan kodrati dan keadilan, Smith mempunyai pandangan yang tampaknya saling bertentangan mengenai fungsi pemerintah. Di satu pihak, demi menjamin kebebasan kodrati, Smith mau tidak mau menolak campur tangan pemerintah atau kendali, secara khusus atas kegiatan ekonomi. Tetapi, di pihak lain, Smith jelas-jelas membela keniscayaan campur tangan pemerintah justru juga demi menjamin kebebasan kodrati dan keadilan, atau sebagaimana telah dikatakan, demi menjaga tatanan sosial dan keamanan setiap orang.
            Pandangan Smith yang tampaknya saling bertetangan itu menyebabkan banyak orang mempunyai penafsiran yang berbeda-beda tentang teori Smith mengenai peran negara. Penafsiran-penafsira tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga : pendekatan libertarian anarkistis, pendekatan kelembagaan dan pendekatan negara yang minimal efektif.

1. Tiga Pendekatan Berbeda
a. Pendekatan libertarian anarkistis
            Penafsiran  pertama atas teori Smith tentang peran pemerintah dapat disebut sebagai pendekatan libertarian anarkistis. Pendekatan ini beranggapan bahwa Smith membela harmoni sosial tanpa campur tangan dari luar. Dengan kata lain, Smith menolak campur tangan demi kebebasan setiap orang.
            Menurut pendekatan ini, sistem pasar bebas dan sistem dimana tidak ada campur tangan pemerintah merupakan cara terbaik untuk menjamin kebebasan individu.
            Murray Rothboard adalah salah seorang yang menganggap Smith sebagai pembela ekonomi pasar bebas dan laissez-faire. Bagi Rothbard, sistem kebebasan kodrati dari Smith,  yang menjelma dalam ekonomi pasar bebas, merupakan bentuk ekonomi yang paling produktif, dan menjadi pendukung utama industrialisasi dan ekonomi modern.[1]
            Penafsiran tradisional ini tidak sepenuhnya keliru. Karena, pertama teori Smith mengenai keadilan sampai tingkat tertentu tidak begitu berbeda dengan credo libertarian bahwa “tidak ada orang atau kelompok orang boleh merongrong orang lain  atau milik siapapun”.
            Smith sendiri jelas-jelas berpendapat bahwa campur tangan atau kontrol pemerintah atas kegiatan ekonomi setiap orang secara a priori harus ditolak karena merugikan.
            Kedua, seperti halnya prinsip keadilan komulatif dari Smith, salah satu dasar dari credo libertarian mengenai non-agresi adalah pembela atas dasar hukum kodrat terhadap hak-hak asasi manusia.
            Akan tetapi, penafsiran ini tidak sepenuhnya benar. Pertama, walaupun ada kemiripan antara teori Smith dan credo kaum libertarian anarkis, terdapat perbedaan yang besar diantara keduanya. Smith tidak menerima adanya hak mutlak atas kehidupan dan kebebasan seseorang, sebagaimana yang dilakukan kaum libertarian. Yang dibela oleh Smith hanyalah hak sempurna dan bukan hak mutlak. Demikian pula, tidak seperti kaum libertarian, Smith tidak membela hak mutlak atas milik pribadi. Ia hanya membela hak milik pribadi sebagai hak sempurna.
            Dengan kata lain, kebebasan kodrati ala Smith bukanlah kebebasan untuk melakuan apa saja sekehendak hati. Kebebasan kodrati tidak berarti “segala boleh” (everything goes), sebagaimana yang menjadi semboyan kaum libertarian anarkis. Kebebasan kodrati ala Smith tidak menyingkirkan pentingnya tatatan, keteraturan dan sistem.
            Karena itu paham Smith mengenai kebebasan kodrati sangat berbeda dengan paham kebebasan kaum libertarian anarkis. Menurut paham kebebasan kaum libertarian anarkis, kalau semua hukum dan pranata disingkirkan, sebuah harmoni alamiah akan terwujud dengan sendirinya.
            Ini berarti, tidak seperti kaum libertarian, bagi Smith agresi dna invasi atau kerugian demi membalas atau membela diri justru secara moral dibenarkan. Prinsip non agresi dan no harm lalu tidak mutlak, karena seseorang dapat dibenarkan untuk melakukan agresi atau merugikan orang lain sejauh untuk membela diri atau membahas kerugian yang telah dialami.
            Maka, sesungguhnya yang menjadi pusat perhatian Smith adalah mencegah para pengusaha mengejar kepentingan mereka dengan cara-cara yang merugikan kepentingan seluruh masyarakat.

b. Pendekatan kelembagaan
            Smith sesungguhnya bukan pendukung anti campur tangan pemerintah. Atau lebih tepat, sikapnya menentang campur tangan pemerintah jangan dilihat sebagai sebuah dogma atau prinsip mutlak. Smith tidak membela suatu dogma bahwa fungsi pemerintah di bidang ekonomi harus ditolak secara mutlak. Yang dilakukan Smith adalah mengajukan sebuah kebijaksanaan ekonomi yang praktis, yaitu bagaimana meningkatkan pertumbuhan ekonomi sambil tetap menjamin kebebasan setiap pelaku ekonom.
            Maka, model ekonomi Smith adalah model kebebasan ekonomi yang terkendali; suatu model ekonomi pasar bebas yang keberhasilan dan kegagalan setiap orang sangat tergantung pada peran institusi dan kekuatan-kekuatan kontrol sosial lainnya.
            Harus kita akui bahwa penafsiran atas ajaran Smith ini memang benar. Karena, Smith memang tidak menolak dan menyingkirkan tangan pemerintah dari ekonomi pasar bebas. Smith sangat menekankan hukum yang harus ditegakkan oleh pemerintah dalam dan demi berfungsi baiknya pasar bebas. Akan tetapi, pendekatan ini terlalu menekankan faktor kelembagaan dalam sistem kebebasan kodrati dan keadilan ala Smith.
            Walaupun penafsiran ini masuk akal, penafsiran ini menimbulkan anggapan bahwa pada tempat pertama Smith memberi tempat yang dominan pada pranata sosial.

c. Pendekatan negara minimal – efektif
            Dengan memandang serius argumen Rosenberg, kita lalu mengatakan bahwa walaupun dalam konteks historis zaman Smith, Smith sangat kritis terhadap campur tangan negara, ini tidak lalu berarti bahwa ia menolak sepenuhnya tangan negara dalam sistem sosialnya.
            Anggapan bahwa prinsip tidak campur tangan merupakan suatu doktrin mutlak dari pasar bebas merupakan suatu kekeliruan besar karena kesalahan membaca ajaran Smith yang sebenarnya. Ajaran ini bukan merupakan suatu dogma karena Smith memberi tempat yang sentral bagi peran pemerintah justru demi menegakkan dan menjaga keadilan secara tidak berpihak, sama rata dan berlaku umum. Karena itu, peran dan campur tangan pemerintah sesungguhnya tidak pernah ditolak secara mutlak oleh Smith melainkan dikurangi sampai tingkat minimal.
            Peran minimal ini berlaku dalam semua bidang kehidupan, baik sosial, ekonomi, maupun politik. Karena itu, apa yang ditolak dan ditentang Smith adalah kegiatan dan fungsi negara yang bersifat distorsif bagi kegiatan ekonomi bebas dari semua pelaku. Yang ditentang adalah kecenderungan pemerintah yang ingin mengatur segala kegiatan ekonomi demi kepentingan kelompok tertenu, dengan akibat terlanggarnya hak orang tertentu.[2]
            Karena itu, pada tempat pertama Smith memang membela mati-matian ekonomi pasar bebas sebagai manifestasi tatanan alamiah. Tatanan alamiah dari pasar bebas ini memajukan kesejahteraan setiap orang dan seluruh masyarakat melalui berfungsinya kecenderungan setiap orang untuk mengejar kepentingannya demi membuat hidupnya menjadi lebih baik.
            Akan tetapi, Smith mengakui bahwa masing-masing orang tidak bisa setiap saat mampu mengendalikan perilakunya sendiri. Karena itu, pemerintah selalu dibutuhkan untuk berperan demi menjaga kepentingan semua pihak.
            Dalam hal pemerintah adalah ‘bumper’ dari tatanan kosmis, dengan fungsi untuk menjamin hak setiap orang. Pemerintah adalah bumper yang berfungsi untuk menjaga tatanan masyarakat yang  harmonis. Pemerintah berfungsi secara efektif berarti pemerintah benar-benar menjamin bahwa keadilan dilaksanakan secara konsekwen.[3]
            Fungsi pemerintah sebagai bumper ini sangat penting karena manusia dalam pandangan Smith, mempunyai kepentingan yang beragam. Mereka bisa saja berkolusi untuk menghancurkan mekanisme alamiah pasar bebas demi kepentingan mereka dengan mengorbankan kepentingan pihak lain atau kepentingan bersama. Mereka bahkan bisa saling menggilas satu sama lain.
            Tetapi Smith tidak langsung menyerahkan segalanya pada negara untuk dikendalikannya. Sebaliknya ia membiarkan semuanya berjalan secara alamiah dan bebas sesuai dengan mekanisme pasar bebas, karena sejarah zamannya menunjukkan bahwa campur tangan pemerintah merugikan banyak pihak.
            Karena itu mungkin lebih tepat dikatakan bahwa Smith sesungguhnya menyajikan kebijaksanaan campuran, yang berbeda diantaranya sangat canggih.[4] Atau lebih tepat lagi fungsi pemerintah memang minimal tetapi efektif.
            Pemerintah selalu ikut campur secara aktif dalam mekanisme pasar, seperti seorang wasit yang aktif mengamati dan berlari seiring dengan dinamika permainan. Pemerintah secara terus menerus berfungsi ntuk menjaga agar mesin pasar bebas itu berjalan baik, tanpa perlu menjadi dominan.[5] Pemerintah berfungsi secara aktif untuk menjamin bahwa tidak ada orang yang haknya dilanggar, melalui campur tangan langsung atau campur tangan yang minimal saja, atau bahkan tidak campur tangan dalam situasi yang berbeda-beda. Tujuan utama dari peran pemerintah ini adalah untuk mencegah terjadinya anarki dan kekacauan politik.

2. Negara Minimal
a. Tugas Utama Pemerintah
            Dalam pandangan Smith, fungsi minimal pemerintah mempunyai dua pengertian. Dalam pengertiannya yang luas, fungsi pemerintah dibatasi hanya pada tiga tugas pokok dan tugas-tugas di luar itu akan dianggap merugikan. Ketiga tugas pokok tersebut adalah pertahanan keamanan, penegakan keadilan dan pelaksanaan pekerjaan dan pranata-pranata umum.
            Tugas pertama juga menyangkut keadilan dalam hubungan diantara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Tugas ini sedikit banyaknya berkaitan dengan apa yang dikenal sebagai keadilan internasional. Maka, dalam arti tertentu kedua tugas pertama berkaitan dengan keadilan.

b. Pelaksana Keadilan
            Dalam pengertiannya yang sempit, fungsi pertama dan utama dari pemerintah adalah menjaga dan menegakkan keadilan. Demi melaksanakan keadilan, pemerintah dibenarkan menggunakan kekerasan atau untuk ikut mencampuri hak-hak individu, termasuk hak atas kebebasan.
            Tugas menegakkan keadilan ini sangat penting, berdasarkan dua pertimbangan. Pertama, Smith, sebagaimana telah disinggung, sadar sekali akan ketimpangan ini menimbulkan kemungkinan semua pelaku ekonomi saling menggilas dan saling merugikan dalam upaya mereka mengejar kepentingan satu sama lain.
            Manusia tidak hanya mempunyai sikap benevolent terhadap sesamanya, melainkan juga sikap yang merugikan. Konsekwensinya, walaupun menurut Smith keadilan adalah keutamaan alamiah, yang dilaksanakan terutama secara alamiah melalui prinsip simpati moral, tetap saja ada kebutuhan akan peran negara untuk menegakkan keadilan tersebut. Tidak mengherankan menurut Smith negara justru lahir secara alamiah demi menjamin hak-hak setiap individu. Keberadaan negara ini semakin penting dengan diakuinya hak milik pribadi.
            Kedua, dalam sistem pasar bebas tidak bisa disangkal bahwa selalu saja bisa terjadi konflik dan benturan kepentingan di antara semua pihak yang timbul dari kebebasan itu sendiri. Dengan kata lain, pemerintah dibutuhkan untuk melaksanakan aturan-aturan keadilan dengan menerapkannya ke dalam aturan-aturan dan hukum positif yang diterapkan seara tak berpihak, sama rata dan berlaku umum. Hanya dengan demikian akan ada kepastian akan tegaknya keadilan dan terjaminnya hak setiap orang.
            Ini berarti, tugas menegakkan keadilan adalah untuk membuat rakyat merasa aman dalam kehidupan pribadinya serta dalam kegiatan ekonomi mereka. Dalam kaitan dengan yang disebut terakhir, keamanan akan merangsang kegiatan ekonomi setiap pelaku yang pada gilirannya akan memungkinkan pertumbuhan ekonomi nasional.
            Kebebasan individu dan keadilan hanya bisa dijamin jika pemerintah sendiri bertindak dalam konteks hukum dan keadilan.[6] Kebebasan kodrati dan keadilan hanya bisa dipertahankan di bawah aturan keadilan yang dijamin oleh suatu pemerintahan yang efektif.
            Atau sebagaimana dikatakan Robbins, sistem kebebasan ekonomi yang diusulkan Smith dan para ekonom klasik lainnya hanya bisa diterima dengan asumsi ada kerangka hukum dan keteraturan yang cocok yang merupakan syarat niscaya bagi berfungsinya sistem pasar bebas. Dan dalam hal ini tidak ada dualisme antara regulasi legal dan berfungsi pasar.
            Dalam hal ini fungsi pemerintahan yang liberal konservatif adalah untuk menunjang, mendukung atau mempertahankan masyarakat yang bebas supaya setiap orang bisa bebas mewujudkan kebebasan individualnya.
            Sehubungan dengan itu, fungsi pemerintah jadinya tidak hanya bersifat negatif atau pasif belaka. Sebaliknya, fungsi pemerintah bersifat negatif dan positif sekaligus, positif dan aktif sekaligus. Pasif dalam pengertian bahwa pemerintah tidak ikut campur secara aktif dalam urusan orang per orang sejauh tidak ada pelanggaran atas hak dan kepentingan pihak lain.
            Menurut Hayek, sesuai dengan fungsi pemerintah yang minimal, kebebasan ekonomi lalu diartikan sebagai kebebasan dibawah hukum dan bukannya tidak ada peran pemerintah. Maka campur tangan pemerintah yang ditolak Smith adalah campur tangan yang mengarah pada pelanggaran kehidupan pribadi serta hak-haknya yang justru dilindungi oleh hukum. Yang dimaksudkan Smith dalam hal ini adalah bahwa ada langkah-langkah tertentu yang harus diambil pemerintah, yang bersamaan dengan itu pemaksaan tertentu yang dilakukan oleh pemerintah akan dianggap sebagai perlu dan adil demi tegaknya keadilan.[7]
            Atas dasar ini, kita dapat membedakan antara tindakan pemerintah yang memang perlu dan tindakan yang harus ditolak. Pasar bebas, kata Hayek, tidak berarti penghapusan semua macam aktivitas pemerintah dibidang ekonomi. Justru sebaliknya berfungsi baiknya ekonomi pasar bebas sangat mengandaikan aktivitas tertentu di pihak pemerintah.[8]

PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIS
1. Pemerintah Terbaik
            Berbeda dengan Montesquieu yang membedakan antara bentuk pemerintahan monarki absolut dan despotisme, menurut Smith semua bentuk pemerintahan pada akhirnya dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu monarki dan republik. Dalam suatu pemerintahan monarki, kekuasaan pemerintah menjadi milik satu orang, yaitu raja. Dalam pemerintah republik, kekuasaan pemerintah dimiliki oleh sekelompok orang.
            Menurut Smith, pemerintahan yang baik adalah bentuk republik demokratis, karena ini merupakan bentuk yang paling cocok dengan sistem kebebasan kodrati dan keadilan. Di bawah sistem pemerintahan republik demokratis, rakyat diakui mempunyai suara untuk menentukan hak dan kepentingan mereka. Sejalan dengan itu, setiap pihak mempunyai kewajiban yang setimpal dengan hal masing-masing tersebut. Ini menunjukkan bahwa dalam sistem pemerintahan ini keadilan komutatif Smith paling memungkinkan bisa dipertahankan dan dilaksanakan.
            Bentuk pemerintahan republik demokratis juga paling cocok dengan sistem pasar bebas, karena satu-satunya tujuan pemerintah yang diakui dalam bentuk pemerintahan semacam itu adalah untuk menjaga keutuhan masyarakat dan menjamin keamanan setiap individu, termasuk jaminan untuk menikmati hak-haknya. Dengan kata lain fungsi utama pemerintah dalam sistem pemerintahan republik demokratis sejalan dengan yang dituntut sistem pasar bebas yaitu menegakkan keadilan secara tidak berpihak, sama rata dan berlaku umum.
            Smith tampaknya berpendapat bahwa demokrasi akan terwujud dengan sendirinya dalam suatu pemerintahan yang tidak berpihak, yang mengakui adanya pemisahan dan kemerdekaan kekuasaan pemerintah serta hak untuk melawan di pihak rakyat. Tetapi bersamaan dengan itu terjamin suatu stabilitas politik yang memadai bagi keamanan setiap pribadi.
            Smith lebih memilih republik demokratis dan bukan monarki atau aristokrasi karena menurut dia “seorang pribadi jauh lebih rentan terhadap tindakan aneh-aneh daripada dewan yang besar”.
Walaupun demikian Smith tampaknya tidak membela demokrasi murni, karena demokrasi murni biasanya didasarkan pada pemungutan sesuatu yang ditentukan oleh suara mayoritas. Ini akan mempunyai implikasi terlanggarnya hak kelompok minoritas. Karena Smith lebih menaruh perhatian pada penegakan hukum-hukum umum yang juga menyangkut prosedur yang baik atau yang menyangkut aturan main dalam masyarakat, yang dengan itu akan menjamin hak dan kepentingan semua orang, ia mau tidak mau lebih memilik bentuk pemerintah republik demokratis yang lebih cocok dengan itu daripada demokrasi murni.

2. Pemerintahan yang tidak berpihak.
            Demi tegaknya keadilan, atau lebih tepat, untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil, Smith berpendapat bahwa pelaksanaan keadilan itu sendiri haruslah dilakukan secara adil. Untuk itu kita membutuhkan suatu pemerintahan yang tidak berpihak. Ini sangat penting, karena justru inilah masalah yang dihadapi pada zamannya. Ia sadar sekali bahwa aturan-aturan keadilan bisa saja cukup jelas dan bagus tetapi kalau tidak ada pemerintahan yang adil, tidak ada gunanya. Jika pemerintah selalu saja bisa dimanipulasi dan digunakan demi kepentingan kelompok tertentu yang diistimewakan, yang terjadi adalah ketidakadilan.
            Pemerintah yang tidak memihak tidak berarti, sebagaimana telah dikatakan, bahwa pemerintah tidak harus ikut campur tangan. Sebaliknya, demi keadilan, demi menjamin hak semua orang, dalam situasi tertentu pemerintah malah harus campur tangan dan karena itu memihak. Pemerintah harus memihak kelompok yang haknya ditindas.
            Jadi, ketidakberpihakan pemerintah disini berarti, satu-satunya kriteria dari pelaksanaan fungsi pemerintah adalah keadilan. Ini berlaku bagi semua orang terlepas dari status sosialnya.
            Tuntutan bahwa pemerintah sendiri harus adil itu berarti bahwa pemerintah sendiri harus tunduk dibawah hukum-hukum keadilan yang berlaku dan bukannya mengangkanginya.
            Tindakan penegakan keadilan harus berlangsung dibawah dan dalam kerangka hukum keadilan.
            Selain itu demi menjamin keadilan pemerintah, menurut Smith dibutuhkan tiga perangkat politik : pemisah dan kemerdekaan kekuasaan pemerintah, adanya batas terhadap kekuasaan absolut pemerintah, dan hak melawan (the right of resistance) di pihak rakyat. Ketiganya merupakan aspek yang paling fundamental dari suatu pemerintahan republik demokratis.

a. Pemisahan dan kemerdekaan kekuasaan
            Sejalan dengan Montesquieu, Smith menekankan pentingnya pemisahan dan kemerdekaan kekuasaan pemerintah, khususnya antara kekuasaan judikatif dan eksekutif. Ini sangat penting demi tegaknya keadilan kata Smith.
            Pemisahan dan kemerdekaan kekuasaan ini perlu karena : pertama, menurut Smith kekuasaan, khususnya kekuasaan eksekutif, cenderung korup atau tidak adil. Sejauh kekuasaan pemerintah berada ditangan satu orang atau satu lembaga saja, ada kemungkinan besar sekali bahwa ia akan menyalahgunakannya, karena tidak ada kekuasaan lain yang cukup kuat untuk mengontrolnya.
            Dengan demikian kekuasaan eksekutif akan dikontrol oleh kekuasaan judikatif dan demikian pula sebaliknya kekuasaan judikatif akan dikontrol oleh kekuasaan eksekutif. Ini sangat penting bagi terwujudnya suatu masyarakat yang adil.
            Kedua, jia tidak ada pemisahan kekuasaan, kekuasaan eksekutif cenderung menjadi terlalu kuat dan karena itu sulit sekali untuk menjamin adanya kebebasan bagi warganya. Smith khawatir bahwa kalau tidak ada pemisahan dan kemerdekaan kekuasaan pemerintah menjadi absolut dalam pengertian bisa bertindak sewenang-wenang dan karena itu menjadi totaliter.
            Ketiga, betapapun baiknya oknum pemerintah, mereka bukan tidak punya kepentingan pribadi. Mereka adalah orang-orang biasa sebagaimana orang-orang lainnya. Karena itu, sangat mungkin mreka melakukan ketidakadilan, bahkan tanpa disadarinya.
Lebih lagi, mereka bisa saja melakukan ketidakadilan dengan motif untuk membantu orang lain, misalnya untuk memajukan kepentingan orang tertentu lainnya yang menurut Smith ini tidak adil karena “merugikan sampai tingkat tertentu kepentingan lapisan masyarakat tertentu, tanpa maksud lain selain memajukan kepentingan lapisan masyarakat lainnya. Karena itu pemisahan dan kemerdekaan kekuasaan adalah hal yang sangat penting.
            Aspek penting lainnya dari pemerintahan yang demokratis dan tidak berpihak adalah pemilihan kekuasaan legislatif. Untuk mempertahankan suatu pemerintahan yang tidak berpihak dan bersamaan dengan itu untuk menjamin kebebasan sipil, perlu ada pemilihan anggota kekuasaan legislatif yang sesering mungkin. Semakin sering pemilihan ini, para wakil rakyat akan semakin berusaha melakukan yang terbaik supaya bisa dipilih lagi dalam pemilihan berikut. Singkatnya, mereka tidak akan menyalahgunakan kekuasaannya.

b. Kekuasaan absolut yang terbatas
            dalam LJ secara gamblang Smith menjelaskan bahwa demi menjamin kebebasan kodrati dan keadilan, atau demi menjamin hak-hak setiap orang, kita memang membutuhkan suatu kekuasaan absolut. Inilah otoritas paling tinggi yang menjamin stabilitas politik dan keamanan semua orang.
            Ada dua alasan mengapa kekuasaan sipil ada batasnya. Pertama, Smith menggunakan istilah “kekuasaan absolut” untuk mengacu pada kekuasaan judikatif dan legislatif. Maksudnya, untuk menjamin perlindungan atas hak-hak setiap orang kekuasaan judikatif harus bersifat absolut. Artinya, kekuasaan judikatif harus sedemikian rupa sehingga keputusannya akan dilaksanakan. Di lain pihak, kekuasaan judikatif tidak bisa bersifat absolut tanpa batas sampai menjadi sewenang-wenang. Untuk mencegah kesewenang-wenangan ini kita membutuhkan juga legislatif yang fungsinya adalah membuat undang-undang untuk mengontrol kekuasaan para hakim.
            Yang dimaksud Smith dengan kekuasan absolut adalah bahwa kekuasaan sipil harus benar-benar efektif dalam melaksanakan aturan-aturan keadilan. Rakyat memang membutuhkan suatu kekuasaan pemerintah yang stabil dan efektif. Mereka membutuhkan stabilitas sosial dan politik.  Menurut Smith, pemerintah yang lemah, seperti halnya pemerintah yang despotik dan totaliter, tidak akan mampu dan tidak efektif dalam menjaga keadilan, hukum dan keteraturan.
            Dengan demikian suatu kebebasan absolut tanpa batas bertentangan dengan sistem pasar bebas. Yang dikehendaki Smith adalah suatu kekuasaan absolut dalam batas-batas keadilan.
            Ketaatan ini sangat dibutuhkan demi stabilitas negara, yang memang sangat dibutuhkan untuk keutuhan sosial dan jaminan bagi hak semua orang. Dengan kata lain, ketaatan sipil dan stabilitas politik adalah bagian integral dari pemerintahan yang demokratis. Tanpa ketaatan sipil dan stabilitas politik, yang terciptakan adalah tirani, dimana sulit bisa diharapkan bahwa hak setiap orang akan bisa dijamin.
            Atas pertimbangan ini, kejahatan yang dilakukan terhadap pemerintah akan dihukum berat. Smith menegaskan bahwa sejauh pemerintah memerintahkan secara adil, ketidaktaatan akan dianggap sebagai kejahatan dan karena itu pelanggarnya harus dihukum.
            Ini secara gamblang menunjukkan bahwa Smith, sebagaimana telah dikatakan, adalah seorang liberal konservatif yang cenderung menjaga tatanan sosial dengan menuntut ketaatan serius terhadap pemerintah sejauh pemerintah bertindak adil.

c. Hak Melawan
            Alasan kedua mengapa pemerintah dalam teori Smith mempunyai kekuasaan absolut tapi dalam batas-batas tertentu adalah, karena Smith sendiri mengakui adanya hak untuk melawan di pihak rakyat.
            Tentu saja pelaksanaan hak melawan ini pun perlu diatur dan tetap berada dalam batas-batas keadilan sehingga tidak menimbulkan anarki. Tetapi adanya hak semacam ini sangat dibutuhkan untuk mencegah pemerintah bertindak sewenang-wenang dan tidak adil. Smith menjelaskan bahwa sejauh pemerintah memerintah bukan demi kepentingan rakyat banyak, maka pemerintah semacam itu sah untuk digulingkan.
Hak untuk melawan sangat penting artinya karena dua pertimbangan. Pertama, hak ini penting untuk menjamin hak-hak setiap orang. Hak ini menjamin bagi rakyat perlindungan terhadap sikap sewenang‑wenang penguasa sipil. Sebagaimana kebebasan setiap orang dibatasi oleh dan demi keadilan, demikian pula kekuasaan sipil yang mempunyai fungsi untuk melaksanakan keadilan harus dibatasi oleh dan demi keadilan. Baik kekuasaan absolut pemerintah maupun hak untuk melawan keduanya sama‑sama mempunyai satu tujuan yaitu untuk menjamin hak‑hak setiap orang dan untuk menjamin keamanan dan keteraturan dalam masyarakat.
Kedua, hak untuk melawan juga penting bagi pemerintah sendiri. Pelaksanaan hak ini berfungsi sebagai pengendali kekuasaan pemerintah, dalam arti ia menjaga agar kekuasaan pemerintah tetap berada dalam batas‑batas keadilan dan kepentingan bersama. Dalam arti ini, hak untuk melawan mencegah pemerintah sendiri dari tindakan melakukan ketidakadilan yang pada gilirannya akan membawanya ke dalam kesulitan. Karena pemerintah sendiri harus adil, hak melawan berfungsi memberi peringatan bagi pemerintah agar tetap berjalan di bawah aturan main yang ada. Sebagaimana siapa saja yang melanggar hak orang lain secara sah dan adil harus dihukum, demikian pula kalau pemerintah melanggar hak orang atau kelompok tertentu maka sah dan adil untuk dihukum.


[1]     Murray N. Rothbard, For A New Liberty. The Libertarian Manifesto (London : Collier Mac Millan Pb., 1978)
[2]     Lihat Vivienne Brown, Adam Smith’s Discourse, Commerce and Conscience (London : Routledge, 1994) hlm. 159
[3]     Perlu dibedakan antara pemerintah yang kuat pemerintahan yang efektif.  Secara etis, pemerintahan yang kuat (a strong government) bersifat negatif karena mengandung pengertian bahwa pemerintah menjadi sedemikian kuatnya sehingga menjadi sewenang‑wenang dan totaliter sampai menggilas semua kekuatan politik dalam masyarakat, bahkan kekuatan politik yang jelas‑jelas membela hak dan kepentingan masyarakat perorangan maupun bersama. Sebaliknya, pemerintahan yang efektif (an effective government) justru secara etis dibutuhkan karena mampu menegakkan keadilan secara sama bagi semua warga tanpa bisa dimanipulasi oleh kelompok kepentingan mana pun.

[4]     E.G. West, “Adam Smith’s Philosophy of Riches, “Philosophy, vol.xliv, no. 167 (1969), hlm 102.
[5]     Lionel Robbins, Political Economy : Past and Present. A Review of Leading Theories of economic Policies (London : MacMillan Press, 1976), hlm 7
[6] Murice Mullard, Understanding Economic Policy (London : Routledge, 1992), hlm 29.
[7]    Friederich A. von Hayek, The Constitution of Liberry (Chicago: The Univ. of Chicago Press, 1978). Hlm 220-221      hhn. 2240‑221.
[8]     Ibid, hlm. 221-222